JAKARTA - Kecelakaan maut terjadi di kawasan Tugu Tani, tepatnya di Jl Ridwan Rais, Jakarta Pusat, kemarin siang (22/1) sekitar pukul 11.15 WIB. Mobil Daihatsu Xenia nopol B2979XI itu menabrak 13 orang yang sedang berjalan kaki di trotoar.
Sembilan orang tewas, dan empat lainnya luka. Para korban kebanyakan adalah warga yang baru selesai berolahraga dan jalan-jalan di Monas.
Kasatlantas Polres Jakarta Pusat AKBP Budianto menjelaskan, mobil tersebut dikemudikan Apriyani Susanti, 29, warga Jalan Keranggan Terusan 148 RT 11/ RW 07 Tanjung Priok, Jakarta Utara. "Di dalam mobil, dia bersama tiga orang lainnya. Meski mobil sempat berguling-guling, mereka semua baik-baik saja," ujarnya, Minggu (22/1). Korban tewas adalah Ujay, 15; Firmansyah,30; Suyatmi, 30; Pipit Alfia Fitriasih, 21; Yusuf Sigit, 2,5; Ari, 16; Nanik Riyanti, 25; Wawan, 17, M. Akbar, 23.
Kepada petugas yang memeriksanya, Apriyani mengaku bahwa rem mobil yang dikendarainya blong. "Selain itu, sopir ditemukan tak memiliki surat izin mengemudi (SIM) kendaraan roda empat. Bahkan saat diminta STNK dia hanya bisa menyerahkan fotokopi STNK atas nama Deden Rohendi," ujar Budianto.
Suwarto, salah seorang saksi mata mengatakan, beberapa saat sebelum ekjadian, mobil Xenia melaju kencang. "Pengemudinya seperti orang mabuk. Bukan rem blong, tapi kakinya (menginjak gas, Red) yang gila," katanya.
Menurut Suwarto, saat kejadian, dirinya sedang berjalan kaki di trotoar. Mobil itu melaju dari arah Gambir menuju ke Tugu Tani. Tanpa diketahui oleh siapapun, tiba-tiba Xenia itu neylenong ke trotoar sebelah kiri jalan dan menghantam para pejalan kaki.
Kebetulan, saat itu, trotoar sedang ramai karena banyak warga baru pulang dari jalan-jalan dan olahraga di Monas. "Mobil nyamber pertama tiga orang, terus sekelompok lagi, terus sekelompok orang lagi. Sampai akhirnya menabrak lagi halte. Di situ ada anak, ibu-ibu, dan remaja. Semuanya abis pulang dari Monas, mereka ada di trotoar, bukannya nyeberang," katanya.
Setelah menabrak halte, mobil belum berhenti. Mobil meluncur masuk ke halaman Kementerian Perdagangan. "Saat masuk ke kantor kementerian aja, mobil itu membuat dua orang lagi terpental," ujar Suwarto. Mobil akhirnya benar-benar berhenti di halaman kantor kementerian perdagangan.
Suwarto sempat marah-marah pada pengemudi. Namun, perempuan muda itu tidak mau disalahkan. Bahkan, dia malah marah-marah. "Dia marah-marah dan mengomel-omel, padahal sudah berapa yang dia bunuh. Saya tidak tahu, hampir saja nyawa saya juga hilang," katanya.
Dia mengatakan, sopir Xenia dan penumpangnya beruntung tidak dihakimi massa karena polisi dan keamanan gedung kementerian segera mengamankan mereka. Tetapi, warga menuntut agar mereka mendapatkan hukuman yang berat. "Saya siap jika dijadikan saksi oleh Pak Polisi," tambah Suwarto.
Akibat kecelakaan tersebut, penutup mesin Xenia ringsek, kaca depan hancur, ban kiri belakang lepas, kaca kiri belakang pecah, dan semua roda juga nyaris lepas. Lima dari delapan korban tewas merupakan warga yang baru saja bermain futsal di lapangan Monas.
Zulhendri, salah seorang rekan dari lima korban tewas mengatakan, ketika itu dia bersama teman-temannya sekitar 15 orang dari Monas main futsal. "Kami jalan dari depan Kemendag. Tiba-tiba dari belakang, mobil Xenia warna hitam melaju kencang," ungkapnya.
Tiba-tiba, Xenia tersebut menabrak trotoar. "Menabrak teman-teman saya pas di depan saya, terus mobilnya terguling," ujarnya sambil menahan tangis.
Begitu disambar Xenia, lima teman Zulhendri langsung tergeletak, Tiga langsung tewas dan dua luka. "Ada banyak korban, tapi nggak tahu itu siapa, saya nggak kenal. Mobilnya cepet banget, kenceng," ungkapnya. Dia mengaku tak mendengar klakson menjelang kejadian.
Kecelakaan tersebut juga membawa duka mendalam bagi Sugiantini. Nenek asal Jepara, Jateng itu ke Jakarta dalam rangka liburan bersama keluarga. Tempat yang dituju adalah Monas.
Namun, dalam perjalanan kembali dari Monas, di trotoar depan Kementerian Perdagangan, dia kehilangan empat anggota keluarganya sekaligus. "Si Nanik itu sedang hamil tiga bulan. Dia anak pertama. Adiknya namanya Suyatmi. Cucu saya juga meninggal, namanya Yusuf, dan keponakan saya Pipit," ujarnya.
Nanik, lanjutnya, awalnya tidak mau ikut jalan-jalan ke Monas, karena sedang tidak enak badan. Namun setelah dipaksa suaminya, Nani akhirnya menyerah. "Nanik sejak awal nggak mau, lagi hamil, lemas. Dia sempat bilang, "Mas, aku nggak mau ikut, kalau pingsan nanti gimana?"" katanya. Keempat jenazah keluarga Sugiantini rencananya akan dimakamkan di daerah asal mereka, Jepara.
Kepala Jasa Raharja DKI Jakarta, Budi Sulistijo menjelaskan, santunan Rp 25 juta per korban jiwa bisa diambil keluarga mereka di Semarang. "Untuk yang empat korban meninggal yang akan dimakamkan di Jepara akan kami limpahkan berkasnya ke Jawa Tengah. Jadi uang santunannya nanti diambil di Semarang," katanya.